Jumat, 07 Mei 2010
Nilai tukar rupiah sudah bergerak menguat dengan luar biasa hingga April 2010. Namun mundurnya Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan akhirnya menghentikan laju penguatan rupiah.
Setelah kabar pengunduran diri Sri Mulyani, nilai tukar rupiah untuk pertama kalinya menembus lagi level 9.200 per dolar AS, sebelum akhirnya ditahan oleh Bank Indonesia. Nilai tukar rupiah pada perdagangan Kamis (6/5/2010) ditutup melemah ke level 9.190 per dolar AS, dibandingkan penutupan sebelumnya di level 9.115 per dolar AS.
Sejak awal tahun, nilai tukar rupiah sudah diuntungkan oleh krisis utang di Yunani yang membuat investor justru bergerak ke investasi di emerging market.
Bersama dengan mata uang Asia minus Jepang, rupiah menguat selama 4 bulan pertama di 2010. Secara rata-rata Rupiah menguat sebesar 4,5%, sedangkan indeks mata uang Asia menguat sebesar 2,0%, pada saat indeks dolar AS menguat sebesar 5,8%.
"Kasus utang Yunani, masih menimbulkan kekhawatiran akan meluas ke negara-negara Eropa lainnya. Akibatnya, investor asing lebih tertarik masuk ke kawasan Emerging Markets untuk berinvestasi karena bagusnya fundamental perekonomian negara-negara Emerging Markets di kawasan Asia," jelas Anton Hendranata, ekonom dari Bank Danamon, Jumat (7/5/2010).
Anton menambahkan, derasnya aliran modal asing masuk ke emerging markets sangat dirasakan perekonomian domestik. Aliran modal ini juga yang menjadi bahan bakar utama penguatan rupiah.
Termasuk juga kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sangat cepat, bahkan terlalu cepat jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia. IHSG per 4 Mei 2010 tercatat berada di 2964, melewati titik tertingginya pada 9 Januari 2008 ketika berada di level 2.830.
"Pelonjakan harga saham Indonesia dipicu oleh kenaikan harga komoditas dunia yang melonjak tajam, terutama energi. Faktor kinerja emiten yang memang terus membaik, seharusnya tidak akan membuat lonjakan indeks harga saham yang fantastis seperti sekarang ini," jelas Anton.
Selain masuknya dana asing di bursa saham, masuknya investor asing cukup deras di pasar obligasi, tercatat Rp 115,0 triliun pada bulan Januari 2010, terus meningkat Rp 120,8 triliun, kemudian meningkat cukup pesat Rp 132,5 triliun dan terakhir akhir April sebesar Rp 148,1 triliun.
Namun pada pekan ini, nilai tukar rupiah dan IHSG akhirnya harus terpangkas habis. Setelah terseret sentimen negatif anjloknya pasar finansial akibat krisis utang di Eropa, pasar finansial Indonesia juga dikejutkan oleh mundurnya Sri Mulyani sebagai Menkeu.
"Berita pengunduran Sri Mulyani sebagai Menkeu cukup mengagetkan pasar, sehingga Rupiah terjerembab dan Indeks harga saham terkoreksi cukup tajam. Dampak negatif ini kelihatannya hanya sementara karena fundamental ekonomi Indonesia cukup robust," jelas Anton.
Khusus untuk nilai tukar rupiah, kendati berisiko mengalami koreksi lebih lanjut, namun menurut Anton pada akhir tahun 2010 nilainya akan berada di kisaran 9.150 per dolar AS.
Setelah kabar pengunduran diri Sri Mulyani, nilai tukar rupiah untuk pertama kalinya menembus lagi level 9.200 per dolar AS, sebelum akhirnya ditahan oleh Bank Indonesia. Nilai tukar rupiah pada perdagangan Kamis (6/5/2010) ditutup melemah ke level 9.190 per dolar AS, dibandingkan penutupan sebelumnya di level 9.115 per dolar AS.
Sejak awal tahun, nilai tukar rupiah sudah diuntungkan oleh krisis utang di Yunani yang membuat investor justru bergerak ke investasi di emerging market.
Bersama dengan mata uang Asia minus Jepang, rupiah menguat selama 4 bulan pertama di 2010. Secara rata-rata Rupiah menguat sebesar 4,5%, sedangkan indeks mata uang Asia menguat sebesar 2,0%, pada saat indeks dolar AS menguat sebesar 5,8%.
"Kasus utang Yunani, masih menimbulkan kekhawatiran akan meluas ke negara-negara Eropa lainnya. Akibatnya, investor asing lebih tertarik masuk ke kawasan Emerging Markets untuk berinvestasi karena bagusnya fundamental perekonomian negara-negara Emerging Markets di kawasan Asia," jelas Anton Hendranata, ekonom dari Bank Danamon, Jumat (7/5/2010).
Anton menambahkan, derasnya aliran modal asing masuk ke emerging markets sangat dirasakan perekonomian domestik. Aliran modal ini juga yang menjadi bahan bakar utama penguatan rupiah.
Termasuk juga kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sangat cepat, bahkan terlalu cepat jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia. IHSG per 4 Mei 2010 tercatat berada di 2964, melewati titik tertingginya pada 9 Januari 2008 ketika berada di level 2.830.
"Pelonjakan harga saham Indonesia dipicu oleh kenaikan harga komoditas dunia yang melonjak tajam, terutama energi. Faktor kinerja emiten yang memang terus membaik, seharusnya tidak akan membuat lonjakan indeks harga saham yang fantastis seperti sekarang ini," jelas Anton.
Selain masuknya dana asing di bursa saham, masuknya investor asing cukup deras di pasar obligasi, tercatat Rp 115,0 triliun pada bulan Januari 2010, terus meningkat Rp 120,8 triliun, kemudian meningkat cukup pesat Rp 132,5 triliun dan terakhir akhir April sebesar Rp 148,1 triliun.
Namun pada pekan ini, nilai tukar rupiah dan IHSG akhirnya harus terpangkas habis. Setelah terseret sentimen negatif anjloknya pasar finansial akibat krisis utang di Eropa, pasar finansial Indonesia juga dikejutkan oleh mundurnya Sri Mulyani sebagai Menkeu.
"Berita pengunduran Sri Mulyani sebagai Menkeu cukup mengagetkan pasar, sehingga Rupiah terjerembab dan Indeks harga saham terkoreksi cukup tajam. Dampak negatif ini kelihatannya hanya sementara karena fundamental ekonomi Indonesia cukup robust," jelas Anton.
Khusus untuk nilai tukar rupiah, kendati berisiko mengalami koreksi lebih lanjut, namun menurut Anton pada akhir tahun 2010 nilainya akan berada di kisaran 9.150 per dolar AS.