Peranan Sebagai Pemicu Konflik

Minggu, 29 November 2009

Peranan disini berarti posisi atau jabatan seseoang yang bekerja di suatu perusahaan. Mengapa peranan karyawan dapat menjadi pemicu konflik??..

Hal ini dapat terjadi karena pembagian tugas yang tidak jelas. Sebagai contoh misalnya, saya adalah salah seorang karyawan di departemen IT sebuah perusahaan dan posisi saya adalah seorang programmer. Biasanya semua karyawan dari departemen manapun akan menganggap seluruh karyawan dept. IT bisa / mengerti semua alat elektronik.

Suatu saat, ketika saya sedang mengerjakan pekerjaan saya, ada karyawan  dari dept. lain yang menyuruh saya untuk mengisikan tinta printer yang ada pada mejanya. Awalnya saya merasa bingung, kenapa saya yang disuruh melakukan itu karena saya menganggap itu bukan salah satu dari pekerjaan saya. Tapi berhubung saya karyawan baru, akhirnya dengan berat hati saya melakukan perintah itu.
Sejak kejadian itu, mulai bnyak karyawan lain yang menyuruh saya diluar dengan posisi saya dikantor, mulai dari mengisi tinta printer, menginstall software, bahkan memperbaiki mesin fotocopy yang rusak. Sangat menjengkelkan pastinya bagi semua orang yang disuruh diluar dengan bidang atau posisinya dikantor.

Disini terlihat bahwa tidak semua perusahaan menetapkan batasan-batasan peran untuk semua posisi kerja. Seperti pada contoh diatas, seorang programmer tidak layak mengerjakan pekerjaan yang bukan dibidangnya atau diluar kemampuannya. Untuk itu, konflik seperti ini harus dihindarkan agar karyawan dapat bekerja dengan baik yang sesuai dengan posisinya / peranannya di kantor.

Cara untuk menghindarinya sangat simple, hanya dengan kesadaran para karyawan lain yang hendak memberi perintah agar dapat melihat peranan karyawan yang akan diberi perintah itu. Dan hal ini akan menambah kerukunan antar karyawan dari dept. manapun.